Tidak ada jaminan bahwa
perusahaan selalu berhasil dalam bisnis. Sekalipun biaya telah dikeluarkan
untuk mengoperasikan perusahaan dan usaha-usaha penghematan telah dilakukan,
perusahaaan bisa merugi. Pada kondisi ini, kebanyakan pelaku bisnis menggunakan
opsi PHK untuk menyelamatkan kelangsungan operasional perusahaan untuk
melakukan Efisiensi biaya. Namun apakah
keputusan tersebut sudah sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan? Untuk itu
marilah kita cermati isi dari undang-undang ketenagakerjaan Pasal 164.
1.
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2
(dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
2.
Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan
laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
3.
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun
berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi
perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan
masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Jika kita cermati kembali,
penekanan harus diberikan pada klausul “perusahaan
tutup”, karena pasal 164 ini sebenarnya mengatur alasan bagi perusahaan
untuk melakukan PHK terhadap pekerja karena perusahaan tutup, bukan karena
alasan lainnya. Dengan demikian, kata efisiensi
yang terdapat di dalam pasal 164 ayat (3) undang-undang ketenagakerjaan tidak
dapat diartikan bahwa hal tersebut menjadi dasar perusahaan untuk melakukan PHK
terhadap pekerja atau juga “Mengefisienkan
biaya tenaga kerja” dengan cara mem-PHK pekerja yang ada. Namun harus
diartikan bahwa PHK dapat dilakukan perusahaan apabila perusahaan tutup, dan
tutupnya perusahaan adalah sebagai bentuk efisiensi.
PHK untuk Efisiensi |
Padahal sebenarnya perusahaan
dapat melakukan Efisiensi dengan jalan lain misalnya: Mengurangi upah dan
fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur; Mengurangi
shift kerja, Membatasi/menghapuskan kerja lembur, Mengurangi jam kerja,
Mengurangi hari kerja, Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir
untuk sementara waktu, Ttidak memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah
habis masa kontraknya, serta Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi
syarat.
Sumber : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id
Editor : Hary Indrianto