Poligami itu Pilihan atau Takdir (Bagi Perempuan)

Topik poligami mungkin merupakan topik yang menarik bagi sebagian besar kaum pria, namun bagi Wanita topik Poligami bukanlah suatu topik yang menyenangkan untuk dibicarakan, atau mungkin bisa di bilang  sebuah topik yang menyeramkan. Saya tidak ingin mengharamkan sesuatu yang dibolehkan untuk kaum lelaki, namun membolehkan bukan berarti menganjurkan dan juga bukan berarti mewajibkan meskipun bagi mereka yang mampu.
Saya akan memcoba menyoroti poligami dari sisi seorang perempuan yang notabene menjadi pihak yang merasa dirugikan atau di khianati. Menjalani kehidupan berpoligami bukanlah sebuah kehidupan yang mudah dan indah, namun mungkin juga tak semuanya penuh dengan kekecewaan dan kepedihan, seperti kata orang bijak “akan ada pelangi setelah badai”. Perempuan yang bersedia menjalani poligami pasti mempunyai alasan yang tepat, baik dia sebagai istri pertama ataupun sebagai istri kedua begitu juga memilih untuk tidak di poligami pasti dengan pertimbangannya masing-masing. Tetapi sebagian besar wanita tidak akan ikhlas bila berbagi suami. Karena makna berbagi adalah keikhlasan, keikhlasan untuk berbagi cinta, kasih sayang maupun perhatian. Kalau sendiri lebih nyaman mengapa harus berbagi? Atau mungkin lebih tepatnya tidak ingin berbagi. Jika ada kata-kata bijak bahwa "pasangan adalah separuh jiwa" maka dikondisi itu masihkah dirasakan separuh jiwa?
Poligami
Ilustrasi Poligami
Saya menghargai dan memuji wanita yang bisa menjalani kehidupan dipoligami khususnya bagi istri pertama, kenapa demikian? Seperti kita ketahui, sebagai istri pertama tentu dia adalah teman setia sang suami mulai dari saat dia masih di bawah, baju kotor penuh keringat di gubuk yang mungkin hampir roboh, ketika mereka masih di injak-injak oleh perjuangan mencapai kesuksesan dan kemapanan. Di sinilah ujian berat istri menemani perjuangan suami dalam suka maupun duka. Dan ketika sang suami mencapai puncak dari karir atau dan bergelimang materi, dia harus merelakan berbagi suami dengan orang lain.  Jika sudah demikian, ada sebuah pertanyaan yang mencuat di benak saya, sebenarnya menjalani kehidupan berpoligami bagi seorang perempuan itu merupakan pilihan atau takdir?
Sebuah pertanyaan yang mungkin hanya searang perempuan yang telah atau pernah dihadapkan pada pilihan untuk di poligamilah yang mampu menjawabnya dengan tepat. Dan tentunya masing-masing jawaban akan berbeda sesuai dengan kondisi dan keadaan dari mereka sendiri. Menurut anda sendiri apa jawaban dari pertanyaan saya tersebut? Silahkan share di kotak komentar di bawah ya… thanks.